Dahulu
para raja mengandalkan para tukang sihir untuk memantapkan kekuasaan. Para
tukang sihir bekerja menundukkan manusia kepada penguasa dengan tipuan dan
taktik yang mereka lakukan. Lebih dari itu, tukang sihir merupakan pilar
penopang tiang-tiang kekuasaan dan menegakkan para raja sebagai tuhan yang
disembah selain Alloh.
Rasululloh shallallâhu ‘alaihi wa
sallam telah menyampaikan kepada kita bahwa ada seorang raja yang
mempunyai tukang sihir yang sudah berumur lanjut. Dia takut ilmunya lenyap,
sehingga tukang sihir ini meminta kepada raja agar mengutus kepadanya seorang
pemuda yang cerdas lagi pintar agar dia bisa mewarisi ilmu dan kesesatannya.
Raja memenuhi permintaannya dan mengirim seorang pemuda kepadanya.
Pemuda
ini melewati seorang pendeta manakala dia pulang pergi kepada penyihir. Pemuda
ini duduk dan mendengar kepada sang pendeta. Pendeta ini memberikan taktik
kepada si pemuda manakala penyihir mulai mencurigainya disebabkan seringnya dia
terlambat setelah mampir pada sang pendeta. Pendeta ini berkata kepada pemuda,
“Jika tukang sihir itu bertanya kepadamu tentang keterlambatanmu, maka jawablah
keluargamu menahanmu. Jika keluargamu yang bertanya, maka katakan bahwa tukang
sihir yang membuatmu terlambat.” Dengan ini pemuda itu terbebas dari celaan
tukang sihir dan celaan keluarganya.
Suatu
hari seekor binatang besar menghalang-halangi jalan orang-orang. Binatang besar
ini mungkin binatang buas, seperti singa atau ular yang besar. Pemuda ini
melihat bahwa inilah peluang untuk mengetahui kebenaran, apakah pendeta atau
tukang sihir. Pemuda ini lalu mengambil batu dan melemparkannya kepada binatang
buas itu sambil memohon kepada Tuhannya agar membunuh binatang itu jika perkara
pendeta lebih dia cintai daripada perkara penyihir. Binatang itu ternyata mati
akibat lemparan batunya. Maka orang-orang mengira bahwa pemuda ini membunuh
binatang itu dengan sihirnya yang mumpuni.
Manakala
pendeta mengetahui apa yang dilakukan oleh pemuda itu, ilmunya mengatakan
kepada dirinya bahwa pemuda ini akan diuji. Pemuda ini tidak melakukan dakwah
yang tenang seperti yang dilakukan oleh pendeta, akan tetapi perlawanan yang
terbuka. Pendeta ini meminta kepada pemuda agar tidak menunjukkan namanya jika
dia diuji. Seorang mukmin memohon keselamatan kepada Alloh. Tetapi jika
diuji, dia harus bersabar.
Allah
telah menyembuhkan orang-orang sakit lewat tangan pemuda ini. Dia menyembuhkan
– dengan izin Allah – kebutaan dan penyakit sopak. Dia menyampaikan kepada
manusia bahwa penyembuh adalah Alloh, dan bahwa barangsiapa beriman kepada-Nya,
maka Dia menyembuhkannya. Pemuda ini menjadikan pengobatan sebagai sarana
penyebaran dakwah dan iman.
Salah
seorang kepercayaan raja, di mana orang itu buta, mendengar berita tentang
pemuda ini. Dia datang kepada pemuda ini dengan hadiah-hadiah besar agar
si pemuda mengobatinya. Pemuda ini memberitahukan kepadanya bahwa penyembuh
adalah Alloh dan barangsiapa beriman kepada-Nya maka pemuda itu akan berdoa
kepada-Nya hingga Dia menyembuhkannya. Orang kepercayaan raja ini beriman, maka
pemuda itu berdoa dan dia bisa melihat kembali.
Orang
buta ini yang telah normal kembali datang kepada majelis raja. Raja terkejut
karenanya. Dia bertanya, “Siapa yang telah membuatmu melihat?” Orang ini
menjawab, “Tuhanku.” Raja bertanya, “Adakah tuhan lain selain diriku?” Orang
ini menjawab, “Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”
Raja
murka. Dia mencium cikal bakal fitnah dalam ucapan laki-laki ini yang dapat mengancam
kekuasaan dan kerajaannya. Raja thaghut ini telah mendudukkan dirinya sebagai
tuhan yang disembah selain Alloh. Dia mengklaim bahwa dirinya adalah tuhan
manusia. Tukang sihir dan para pembantu raja yang rusak bekerja siang malam
untuk menancapkan keyakinan seperti ini di hati penduduk kerajaan ini. Oleh
karena itu, hati raja tergoncang. Dia takut terhadap kekuasaan dan kerajaannya.
Maka dia menangkap laki-laki itu dan terus menyiksanya sampai akhirnya dia
menyebut nama pemuda itu.
Ketika
pemuda itu dihadapkan kepada raja, raja mengira bahwa dia telah menguasai sihir
yang sangat tinggi. Akan tetapi, akhirnya raja menyadari bahwa dugaannya
meleset. Pemuda ini mengingkari sihir dan penyihir. Pemuda ini tidak memakai
ilmunya untuk menopang kerajaannya dan menjadikan rakyat menjadi hamba raja.
Pemuda ini mengajak kepada kekufuran kepada raja dan menyeru agar beriman
kepada Allah yang Maha Esa.
Raja
ingin mengenal akar fitnah yang muncul di daerah kekuasaannya agar bisa
mencabutnya. Maka dia menyiksa anak muda itu sampai dia menunjuk si pendeta.
Apa yang ditakutkan oleh pendeta itu benar-benar terjadi padanya, padahal
sebelumnya dia telah berpesan kepada pemuda itu agar tidak menyebut namanya
jika dia diuji. Pendeta ini diuji agar meninggalkan agamanya tetapi dia
menolak. Dia sabar di bawah siksaan. Tubuhnya digergaji oleh orang-orang zalim
hingga terbelah menjadi dua. Begitu pula nasib penasihat raja. Dua orang ini
bersabar memikul siksaan. Begitulah laki-laki sejati pada saat menghadapi ujian
dan cobaan, mereka membayar harga iman dengan hidup mereka.
Mereka,
walaupun mati di depan kezaliman dan kebengisan, akan tetapi pada hakikatnya
mereka menang karena memperoleh ridha Allah dengan itu, meraih Surganya, dan
selamat dari Neraka-Nya. Dan pada hari Kiamat Allah membalas untuk mereka
dengan mencampakkan musuh-musuh mereka ke dalam Neraka.
Raja
berusaha untuk membujuk pemuda itu agar meninggalkan agamanya. Raja melihat
pemuda ini adalah laki-laki yang bisa diandalkan untuk memperkokoh kerajaannya
jika pemuda ini membuang imannya. Pemuda ini memiliki keistimewaan-keistimewaan
dan sifat-sifat, dan bisa jadi bapaknya termasuk punggawa kerajaan.
Raja
tidak ingin membuat orang tuanya dan kaumnya marah. Manakala cara halus tidak
berguna, raja berusaha membunuhnya dengan berbagai cara. Dalam setiap cara raja
meminta bala tentaranya agar membawa pulang pemuda itu kepadanya, jika dia
murtad dari agamanya. Raja mengira cara ini membuat pemuda itu takut lalu
meninggalkan agamanya.
Suatu
kali raja mengirim pemuda ini ke puncak gunung yang tinggi agar dilemparkan
dari puncaknya ke lembah yang dalam. Pemuda ini berdoa kepada Tuhannya, maka
gunung itu terguncang, dan bala tentara raja terjerembab menggelinding ke
bawah, sementara pemuda itu pulang kepada raja dengan selamat. Pemuda ini
menceritakan apa yang terjadi padanya dan bala tentara raja. Lalu raja
mengirimnya dengan perahu ke tengah laut agar dia dibuang di tengah laut jika
tidak murtad dari agamanya. Pemuda ini berdoa kepada Tuhannya, maka laut
menelan bala tentara raja thaghut dan pemuda itu pulang dengan selamat kepada
raja.
Kita
lihat bahwa pemuda ini tidak berlari menghindari raja setelah Alloh
menyelamatkannya. Bahkan dia kembali kepada raja untuk menantangnya. Hal ini
karena pemuda ini tidak mencari keselamatan untuk dirinya, akan tetapi yang dia
cari adalah pembelaan terhadap agama Allah dan menjunjung tinggi kalimat-Nya.
Dan
tentu saja orang-orang pasti mengikuti langkah-langkah pemuda ini. Mereka
menunggu apa yang terjadi dengannya. Bisa jadi perbuatannya menjadi buah bibir
di setiap pertemuan dan perkumpulan Lebih-lebih, pemuda ini menghadapi raja
thaghut yang kejam tanpa rasa takut dan gentar. Orang-orang belum pernah
menyaksikan hal ini. Raja seperti raja ini adalah raja yang bengis. Dia tidak
segan-segan menumpahkan darah dan berbuat kerusakan di muka bumi.
Raja
melihat kelemahan dirinya. Dia tidak berhasil membunuh pemuda itu, padahal dia
telah mengklaim dirinya sebagai tuhan. Akhirnya pemuda itu menyampaikan cara
yang dengannya raja bisa membunuhnya. Pemuda ini menegaskan bahwa cara apa pun
untuk membunuhnya pasti gagal kecuali cara yang akan dia berikan.
Pemuda
ini meminta raja mengumpulkan rakyat di satu tempat. Dia sendiri disalib di
sebatang kayu lalu raja mengambil anak panah dari kantong sang pemuda dan melepaskannya
sambil berucap, “Dengan nama Alloh, Tuhan pemuda ini.” Lalu panah pun dilepas.
Begitulah
yang terjadi. Panah tepat menembus pelipis sang pemuda. Pemuda itu meletakkan
tangannya di pelipisnya lalu mati.
Pemuda
ini mati setelah membeberkan cara membunuh dirinya kepada raja, dan setelah
menegaskan kepada raja yang mengklaim diri sebagai tuhan bahwa dia tidak
mungkin membunuhnya kecuali dengan cara yang telah diletakkannya. Pemuda ini
meminta raja mengumpulkan rakyat di tanah lapang lalu mengambil anak panah,
bukan sembarang anak panah, tetapi anak panah dari busur pemuda itu, lalu
berkata, “Dengan nama Alloh Tuhan pemuda.” Kemudian lepaslah anak panah itu.
Jika ini tidak dilakukan, maka raja akan tetap tidak mampu membunuhnya.
Jika
ini terjadi pada saat sekarang, niscaya ada sebagian orang yang dangkal
pemahamannya terhadap syariat yang menggugat perbuatan pemuda ini. Apakah dia
boleh membeberkan cara membunuh dirinya kepada raja? Bukankah itu berarti bunuh
diri? Mungkin sebagian orang yang minim ilmunya akan beranggapan demikian.
Bunuh
diri adalah perbuatan seseorang yang putus asa dan berlari dari kehidupan. Lain
dengan pemuda ini dan yang sepertinya, mereka mengorbankan diri mereka demi
menyebarkan iman dan Islam, melawan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat,
orang-orang kafir, dan orang-orang zhalim.
Pemuda
ini tidak bodoh mencari mati. Dia rela mati dengan cara seperti ini, karena dia
mencari iman manusia. Orang-orang selalu mengikuti perkembangan sepak
terjangnya. Pemuda ini ingin membongkar tembok pembatas yang membuat rakyat
takut menghadapi para thaghut yang merusak. Ketakutan terhadap kematian
menghalangi manusia mengikuti kebenaran dan menyuarakannya. Pemuda ini datang
untuk memberi contoh bagi rakyat. Dia mengorbankan dirinya, padahal dia selalu
terjaga dari raja dan para pengikutnya. Mereka tidak bisa sedikit pun
mencelakainya, lalu dia membocorkan suatu cara yang dengannya raja bisa
membunuhnya.
Hanya
sesaat setelah pemuda itu mati, raja pun bernafas lega. Menurut perkiraannya,
dia telah memadamkan fitnah dan mencabut akarnya. Tiba-tiba para prajuritnya
tergopoh-gopoh melapor, “Apa yang engkau takutkan telah terjadi. Rakyat telah
beriman.”
Apa
yang dicari dan diinginkan oleh pemuda itu telah terwujud. Pemuda ini telah
merobohkan sekat penghalang yaitu rasa takut pada diri rakyat. Sekarang mereka
tidak lagi peduli kepada raja dan bala tentaranya. Pengorbanan di jalan Alloh
menjadi impian orang-orang yang bertauhid.
Kemarahan
raja memuncak melebihi batas-batasnya. Raja memerintahkan agar parit-parit
digali dan api dinyalakan di dalamnya. Setiap yang kokoh mempertahankan
agamanya, maka dia harus dilepaskan ke dalamnya atau dia sendiri yang mencebur.
Orang-orang
rela dengan Neraka dunia untuk melindungi diri mereka dari Neraka Akhirat.
Manakala ada seorang wanita yang enggan untuk masuk ke dalam api dan dia hampir
mundur, tiba-tiba Allah membuat anaknya bisa berbicara. Dia meminta ibunya agar
bersabar, karena dia berada di atas kebenaran. Itu menjadi tanda besar yang
dengannya Allah meneguhkan hati orang-orang mukmin.
Allah
telah menyampaikan berita Ashabul Ukhdud dalam surat Al-Buruj. Apa yang
dilakukan oleh orang-orang zalim lagi lalim terhadap orang mukmin. Alloh
menjelaskan bahwa sebab dibakarnya orang-orang mukmin adalah karena iman mereka.
“Dan
mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang
mukmin itu beriman kepada Alloh yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi, dan Alloh Maha Menyaksikan segala sesuatu.”
(QS. Al-Buruj: 8-9)
Begitulah
orang-orang zhalim dan para thaghut membakar rakyat jika mereka membelot dari
jalan yang telah mereka rumuskan. Perkara paling penting dan utama adalah
tegaknya kerajaan mereka agar mereka tetap berkuasa. Jika tidak, maka mereka
akan membakar yang basah maupun yang kering dan menghancurkan segala sesuatu.
(Sumber
Rujukan: Shahih al-Qashash,
DR. Umar Sulaiman Al-Asyqar.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar